Saat ini Malala Yousafzai menempuh kuliah di Universitas Oxford. |
Aktivis hak-hak perempuan dan pendidikan Pakistan yang meraih nobel di usia 17 tahun.
Layaknya perempuan Pakistan lainnya yang
hidup di masa pemerintahan Taliban, Malala
Yousafzai yang ketika itu sudah menginjak usia 11 tahun
dilarang bersekolah di madrasah. Pemerintahan Pakistan tidak membolehkan kaum
perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Namun, gadis kecil kelahiran Mingora, 12
Juli 1997 dari keluarga bersuku Pusthun itu memilih berjuang melepas belenggu
diskriminasi. Di usia yang masih belasan tahun itu, Malala menjadikan
pena sebagai senjata melawan kebijakan pemerintahan Taliban yang merugikan kaum
perempuan Pakistan.
Dia mengisahkan kengerian dan
diskriminasi yang dialami perempuan Pakistan dengan menjadi blogging untuk BBC
menggunakan nama samaran Gul
Makai. Malala mewarisi kepiawaian menulis
dari sang Ayah, Ziauddin Yousafzai yang merupakan seorang penyair, pemilik
Khushal Public School, dan juga aktivis pendidikan.
Gadis hitam manis ini mulai memberanikan
diri berbicara di depan publik pada 2008. "Berani-beraninya Taliban merampas hak saya atas pendidikan!"
adalah seruan pertamanya di depan televisi dan radio di Pakistan. Keberanian, kecerdasan dan ketegasan Malala
mendapat perhatian khusus dari sang Ayah. Ziauddin Yousafzai mendorong
Malala untuk menjadi seorang politisi, walau sejatinya Malala bercita-cita
menjadi dokter.
Pidato-pidato Malala memperjuangkan
hak-hak perempuan dinilai sebagai ancaman oleh Taliban. Dia mendapatkan ancaman
kematian, tapi saat itu keluarganya berpikir bahwa Taliban tidak akan mungkin
menyakiti anak-anak, bahkan Malala mengkhawatirkan keselamatan Ayahnya yang
juga aktivis pendidikan.
Ditembak Pria Tak Dikenal
Penanggalan menujuk angka 9 Oktober
2012, hari naas bagi Malala yang ketika itu berusia 15 tahun sedang naik bus
bersama teman-temannya pulang dari sekolah, seorang pria bersenjata bertopeng ikut
naik ke atas bus. Pria tersebut mengancam semua penumpang bus untuk
menunjukkan gadis yang bernama Malala.
Ketika teman-temannya melihat ke Malala,
di penembak langsung mendekati Malala dan memukul kepala kiri remaja itu.
Peluru kemudian bersarang di leher dan kepala Malala. Insiden itu ikut melukai
dua gadis lainnya yang merupakan teman Malala.
Malala dalam kondisi kritis saat dibawa
ke rumah sakit militer di Peshawar, Pakistan. Sebagian tengkoraknya diangkat
karena dokter harus mengobati otaknya yang bengkak akibat tembakan pria
misterius itu. Akhirnya, Malala diterbangkan ke Inggris dan mendapatkan
perawatan intensif di rumah sakit Birmingham.
Takdir menggariskan Malala bertahan
hidup. Gadis tangguh itu sempat mengalami koma, kemudian menjalani serangkaian
operasi untuk memperbaiki fungsi otak dan saraf wajah kiri yang mengalami
kelumpuhan. Beruntung Malala tidak mengalami kerusakan otak besar sehingga dia
tetap bisa hidup sehat secara fisik, mental dan spritual. Bahkan, pada Maret
2013, Malala sudah bisa memulai aktivitas sekolah di Birmingham.
Penembakan tersebut menggegerkan dunia
internasional. Dukungan dan simpati terus mengalir kepada remaja pejuang
hak-hak pendidikan perempuan Pakistan tersebut. Kelompok yang terdiri atas 50 ulama di Pakistan juga mengeluarkan
fatwa menentang penembakan ini.
Pidato di PBB
Malala tidak pernah berhenti berjuang.
Pada 2013, dia berpidato di PBB tentang hak-hak pendidikan perempuan, serta
mendesak para pemimpian dunia untuk mengubah kebijakan mereka. Dia menyatakan
serangan teroris terhadap dirinya tidak mengubah tujuan hidupnya dan
menghentikan ambisinya agar perempuan Pakistan mendapatkan hak pendidikan.
Malala juga mendesak pemberantasan butu
huruf, pengentasan kemiskinan dan terorisme. "Para ekstremis, dan
mereka, takut dengan buku dan bolpoin. Kekuatan pendidikan membuat mereka
takut. Mereka takut pada wanita ... Mari kita ambil buku dan bolpoin kita.
Mereka adalah senjata kita yang paling kuat. "
Malala merangkum seluruh peristiwa
hidupnya dalam buku autobiografi “I Am Malala : The Girl Who StoodUp for Education and Was Shot by the Taliban “ yang
dirilis pada Oktober 2013. Dan menjadi buku terlaris di dunia.
Anugerah Nobel Perdamaian
Pada bulan dan tahun yang sama, Malala
yang sudah menginjak usia 17 tahun, dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian,
bersama aktivis hak asasi anak India, Kailash Satyarthi. Pada Oktober 2015,
Sutradara Davis Guggenheim mengangkat kisah hidup Malala dalam sebuah film
dokumenter yang diberi judul “He Named Me Malala”.
Pada Agustus 2017, Malala mentweet bahwa
dia diterima di Universitas Oxford. Dia akan belajar tentang filsafat, politik,
dan ekonomi. Malala melanjutkan advokasinya dengan mendirikan Malala Fund. Pada
ulang tahunnya yang ke-18 pada Juli 2015, membuka sekolah untuk para gadis
pengungsi Suriah di Lebanon. Sekolah ini menampung sekitar 200 gadis berusia 14
tahun hingga 18 tahun.
"Hari ini pada hari pertamaku
sebagai seorang dewasa, atas nama anak-anak di dunia, aku menuntut para
pemimpin, kita harus menginvestasikan buku bukan peluru,” tutur Malala di
salah satu ruang kelas sekolahnya.
EmoticonEmoticon