Pianis muda Indonesia Joey Alexander Sila memukau dunia. |
Pianis asal Indonesia
ini menjadi nomine termuda di ajang
Grammy Award.
Bibir dan geraham bocah berkacamata Rip Curl
dengan gagang hitam tebal itu menghentak-hentak lembut mengikuti irama musik jazz yang dia mainkan.
Matanya bergerak cepat mengikuti jemarinya yang bergerak lincah di atas
tuts-tuts piano. Denting piano Joey Alexander Sila, pianis belia asal Indonesia
itu memukau penonton dari panggung Grammy Awards 2017. Di ajang ini juga anak
prodigy (ajaib) ini sepanggung musisi-musisi
dunia lainnya.
Penampilan Joey Alexander malam itu memberi warna baru pada khazanah jazz
dunia. Putra Denny Sila dan Fara Leonara Urbach kelahiran Denpasar, Bali, 25
Juli 2003 ini menjadi nomine Grammy Awards 2017 untuk kategori Improvised Jazz
Solo lewat lagu Countdown. Ini
merupakan kedua kalinya, Joey masuk ke ajang bergengsi musisi dunia.
Sebelumnya, Joey juga menjadi nomine termuda di ajang Grammy Award 2016.
Joey masuk untuk dua nominasi yaitu Best
Instrumental Jazz Album untuk albumnya yang bertajuk My Favorite Things dan Best
Improvised Jazz Solo untuk lagu Giant
Steps yang terdapat di album tersebut.
Album My Favorite Things memang digarap serius dengan diproduseri oleh
Jason Olaine yang juga menjadi produser terbaik Grammy Award. Joey juga
berkolaborasi dengan tiga musisi muda asal New York : Russell Hall (bass),
Sammy Miller (drums), dan Alphonso Horne (terompet).
Belajar Otodidak
Siapa yang menyangka, kepiawaian Joey memainkan piano diperoleh dengan
belajar otodidak. Kedua orangtua Joey merupakan penggemar musik klasik jazz,
terutama karya Loius Armstrong. Sejak di kandungan, dia sudah didengarkan dengan
musik-musik klasik oleh kedua orangtuanya. Ketika kecil, Joey seperti sebuah
anugerah yang langsung menjadi penggemar musik jazz. Dia hobi mendengarkan album-album
klasik milik ayahnya.
Pada usia 6 tahun, Joey belajar piano otodidak menggunakan keyboard listrik
pemberian sang Ayah. Dengan keyboard mungil itu, Joey kecil piawai memainkan
lagu Thelonius Monk, Weel You Needn’t.
Kedua orangtua Joey takjub dengan kemampuan anak mereka.
Melihat bakat sang Anak, kedua orang tua Joey yang memiliki
usaha wisata petualangan di Bali, meninggalkan usaha tersebut. Mereka pindah ke
Jakarta agar Joey bisa dekat dengan musisi jazz papan atas Indonesia. Joey sempat mengikuti kursus musik klasik,
tapi yang sudah terlanjut jatuh cinta dengan jazz memilih untuk belajar secara
otodidak.
Joey mengungkap, menyukai jazz karena tidak harus sesuai partitur, jazz
lebih terbuka. Dalam musik jazz, Joey mengaku menemukan kebebasan, spontanitas
dan eskpresi.
Koleksi Prestasi
Joey memulai debut sebagai pianis solo pada usia 8 tahun di acara UNESCO
yang dihadiri ikon jazz dunia Herbie Hancock saat datang ke Indonesia. Setelah
itu Joey terus tampil di berbagai festival jazz Jakarta dan luar negeri seperti
Jazz Spot di Kemang, Serambi Jazz Goethe
Hauss, Jakarta International Jazz Festival, World Youth Jazz Festival di Kuala
Lumpur, dan pernah diundang UNESCO bermain di depan ikon jazz dunia,
Herbie Hancock.
Keponakan Nafa Urbach ini sudah mencetak berbagai prestasi, diantaranya
masuk dalam Billboard 200 di Amerika Serikat pada peringkat 174 (30 Mei 2015),
dan menjadi artis kedua Indonesia yang sukses di Chart Billboard setelah Anggun
C Sasmi.
Bahkan, di usia yang masih bau kencur, Joey berhasil menjadi jawara “Grand Prix 1st International Festival Contest of JazzImprovisation Skill” di Odessa, Ukraina (Juni 2013). Sebagai pianis termuda,
dia berhasil mengungguli 43 peserta dari berbagai belahan dunia. Joey dihadiahi
tur keliling Eropa dan kontrak rekaman album.
Pada 2014, orang tua Joey memutuskan pindah ke New York dengan bantuan
tokoh-tokoh jazz seperti Wynton Marsalis (peniup terompet). Dari sini, Joey
mulai menata karirnya sebagai pianis kelas dunia. Ini dibuktikan oleh Joey
dengan dua kali menjadi nomine Grammy Award dan berbagai prestasi tingkat dunia
lainnya.
EmoticonEmoticon